Minggu, 20 Desember 2015

SEJARAH DESA MENES



I.     Sejarah Desa Menes
Desa Menes merupakan salah satu Desa dari dua belas Desa yang berada di wilayah Kecamatan Menes dengan lokasi berada Pusat Wilayah Kecamatan dan tergolong dalam Desa perkotaan yang berpenduduk padat.
Menurut pandangan beberapa tokoh di Menes, bahwa kata Menes bukan kata yang berasal dari bahasa asing, melainkan kata dari bahasa lokal, yakni dari kata “mones“ yang berarti aneh atau keanehan. Biasanya kata dasar Mones bila dirangkai dengan awalan ‘ka’ dan akhirna ‘an’ akan menjadi bentuk kata berimbuhan “kamonesan” yang mempunyai arti hasil kreasi yang mengandung nilai keanehan, pepandaian, dan keajaiban yang cenderung bermakna khas dan unik. Pendapat tersebut didasarkan dua alasan utama.
Pertama karakter orang Menes sangat anti terhadap penjajahan orang Eropa, sehingga sangat kuat kecenderungannya untuk menolak pemakaian unsur bahasa penjajah yang membawa nama identitas komunitasnya.                                                              
Kedua kuatnya pengaruh ajaran islam terhadap tradisi dan norma hidup dalam masyarakat menes yang mengakar kuat dengan tradisi leluhur, terutama dalam era Kesultanan Sunda Islam Banten, sehingga kata Menes diyakini sebagai istilah lokal yang terkait dengan mitos kejayaan leluhurnya yang aneh, ajaib, khas dan unik.
Salah satu tokoh Menes pada masa Kesultanan Banten diantaranta Rd. Jamparing atau Rd. Rangga Wiranegara atau Rd. Entol Rangga Maospati, sebagai moyang yang dibanggakan orang Menes, merupakan keturunan keenam dari Prabu Brawijaya. Ia merupakan keturunan dari Rd. Andang terus ke Pangeran Pantjur, dan Rd. Gugur.
Dari penuturan di atas terlihat jelas bahwa penduduk pribumi Menes yang sering disebut ‘Orok Menes’, adalah sebagai sebuah identitas tersendiri. Entol adalah gelar yang tersandang pada beberapa keluarga di Menes, dimana ternyata hal tersebut berkenaan dengan kemonesan (kepandaian dan keanehan) yang diperlihatkan oleh Rd. Jamparing saat berhadapan dengan Sultan Banten. Karena kemonesan-nya itu sultan meberikan gelar Entol didepan namanya sehingga sampai sekarang gelar Entol merupakan satu-satunya gelar kebangsaan Menes.
Berkaitan dengan tempat, sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, di suatu kampung yang disebut kampung Rawayan terdapat bangunan gudang, dimana gudang tersebut fungsinya sebagai tempat menyimpan barang dagangan seperti rempah-rempah yang dikumpulkan dari hasil pertanian warga setempat.
Kampung Rawayan dalam buku rincik pertanahan terdapat diblok Menes, sehingga lama-kelamaan Kampung tersebut diubah namanya menjadi Kampung Menes, sekarang Menes Mesjid yang sekaligus menjadi cikal-bakal dari Desa Menes.
Desa Menes terbentuk dalam 18 Kampung, antara lain : Kampungsawah, Kadugading, Kupluk, Kadukombong, Kaduhuut, Mengkok, Menes Mesjid, Pasirnengger, Cidenggung, Benteng, Soreang, Pasirwaru, Cikanas, Cipancur, Cimedang, Ciputri, Kadulogak dan banjarkulon menyebar dalam 9 RW.
Desa Menes merupakan Desa induk setelah dipekarkan pada tahun 1982 dimana pada saat pemekaran Desa tersebut yang menjadi Kepala Desa adalah Bapak Acang, dan berbarengan dengan itu Bapak Acang menjadi Kepala Desa Pemekaran (Purwaraja) karena tempat tinggalnya tidak masuk wilayah Desa Menes (Induk), sementara di Desa Menes ditunjuk pejabatnya dari Staf Kecamatan.
Setelah pemekaran Desa, Pejabat Kepala Desa Menes yang pernah menjabat dalam periode jabatannya adalah sebagai berikut :
1.    Tahun 1982 – 1984 dijabat oleh Bapak Sujana, dari Staf Kecamatan yang ditunjuk sebagai Pejabat Sementara sampai dengan pemilihan Kepala Desa tahun 1984.
2.    Tahun 1984 – 1994 dijabat oleh Bapak Mohamad Djuhro, hasil pemilihan Kepala Desa tahun 1984.
3.    Tahun 1994 – 2000 dijabat oleh Bapak Ahmad Suhada, hasil pemilihan Kepala Desa tahun 1994.
4.    Tahun 2000 – 2008 dijabat oleh Bapak Lili Sadeli, hasil pemilihan Kepala Desa tahun 2000.
5.    Tahun 2008 – Sekarang dijabat oleh Bapak Yayan Mulyana, hasil pemilihan Kepala Desa tahun 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar