I. Sejarah
Desa Menes
Desa
Menes merupakan salah satu Desa dari dua belas Desa yang berada di wilayah
Kecamatan Menes dengan lokasi berada Pusat Wilayah Kecamatan dan tergolong
dalam Desa perkotaan yang berpenduduk padat.
Menurut
pandangan beberapa tokoh di Menes, bahwa kata Menes bukan kata yang berasal
dari bahasa asing, melainkan kata dari bahasa lokal, yakni dari kata “mones“
yang berarti aneh atau keanehan. Biasanya kata dasar Mones bila dirangkai
dengan awalan ‘ka’ dan akhirna ‘an’ akan menjadi bentuk kata berimbuhan “kamonesan”
yang mempunyai arti hasil kreasi yang mengandung nilai keanehan, pepandaian,
dan keajaiban yang cenderung bermakna khas dan unik. Pendapat tersebut
didasarkan dua alasan utama.
Pertama
karakter orang Menes sangat anti terhadap penjajahan orang Eropa, sehingga
sangat kuat kecenderungannya untuk menolak pemakaian unsur bahasa penjajah yang
membawa nama identitas komunitasnya.
Kedua
kuatnya pengaruh ajaran islam terhadap tradisi dan norma hidup dalam masyarakat
menes yang mengakar kuat dengan tradisi leluhur, terutama dalam era Kesultanan
Sunda Islam Banten, sehingga kata Menes diyakini sebagai istilah lokal yang
terkait dengan mitos kejayaan leluhurnya yang aneh, ajaib, khas dan unik.
Salah satu
tokoh Menes pada masa Kesultanan Banten diantaranta Rd. Jamparing atau Rd.
Rangga Wiranegara atau Rd. Entol Rangga Maospati, sebagai moyang yang
dibanggakan orang Menes, merupakan keturunan keenam dari Prabu Brawijaya. Ia
merupakan keturunan dari Rd. Andang terus ke Pangeran Pantjur, dan Rd. Gugur.
Dari
penuturan di atas terlihat jelas bahwa penduduk pribumi Menes yang sering
disebut ‘Orok Menes’, adalah sebagai sebuah identitas tersendiri. Entol adalah
gelar yang tersandang pada beberapa keluarga di Menes, dimana ternyata hal
tersebut berkenaan dengan kemonesan (kepandaian dan keanehan) yang
diperlihatkan oleh Rd. Jamparing saat berhadapan dengan Sultan Banten. Karena kemonesan-nya
itu sultan meberikan gelar Entol didepan namanya sehingga sampai sekarang gelar
Entol merupakan satu-satunya gelar kebangsaan Menes.
Berkaitan
dengan tempat, sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda, di suatu kampung yang
disebut kampung Rawayan terdapat bangunan gudang, dimana gudang tersebut
fungsinya sebagai tempat menyimpan barang dagangan seperti rempah-rempah yang
dikumpulkan dari hasil pertanian warga setempat.
Kampung
Rawayan dalam buku rincik pertanahan terdapat diblok Menes, sehingga
lama-kelamaan Kampung tersebut diubah namanya menjadi Kampung Menes, sekarang
Menes Mesjid yang sekaligus menjadi cikal-bakal dari Desa Menes.
Desa
Menes terbentuk dalam 18 Kampung, antara lain : Kampungsawah, Kadugading,
Kupluk, Kadukombong, Kaduhuut, Mengkok, Menes Mesjid, Pasirnengger, Cidenggung,
Benteng, Soreang, Pasirwaru, Cikanas, Cipancur, Cimedang, Ciputri, Kadulogak
dan banjarkulon menyebar dalam 9 RW.
Desa
Menes merupakan Desa induk setelah dipekarkan pada tahun 1982 dimana pada saat
pemekaran Desa tersebut yang menjadi Kepala Desa adalah Bapak Acang, dan
berbarengan dengan itu Bapak Acang menjadi Kepala Desa Pemekaran (Purwaraja)
karena tempat tinggalnya tidak masuk wilayah Desa Menes (Induk), sementara di
Desa Menes ditunjuk pejabatnya dari Staf Kecamatan.
Setelah
pemekaran Desa, Pejabat Kepala Desa Menes yang pernah menjabat dalam periode
jabatannya adalah sebagai berikut :
1. Tahun
1982 – 1984 dijabat oleh Bapak Sujana, dari Staf Kecamatan yang ditunjuk
sebagai Pejabat Sementara sampai dengan pemilihan Kepala Desa tahun 1984.
2. Tahun
1984 – 1994 dijabat oleh Bapak Mohamad Djuhro, hasil pemilihan Kepala Desa
tahun 1984.
3. Tahun
1994 – 2000 dijabat oleh Bapak Ahmad Suhada, hasil pemilihan Kepala Desa tahun
1994.
4. Tahun
2000 – 2008 dijabat oleh Bapak Lili Sadeli, hasil pemilihan Kepala Desa tahun
2000.
5. Tahun
2008 – Sekarang dijabat oleh Bapak Yayan Mulyana, hasil pemilihan Kepala Desa
tahun 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar